Kisah-Kisah Kota Tersembunyi 24

Gabriel memegang pedangnya erat-erat, mengawasi pria berjubah hitam itu. “Aku akan mengalihkan perhatiannya. Kalian selesaikan ritual ini!”

Tanpa ragu, Gabriel berlari menuju pria itu, pedangnya terangkat tinggi. Pria berjubah hitam tertawa dingin dan menyambut Gabriel dengan serangan balik menggunakan energi kabut. Namun, Gabriel telah bersiap. Dengan lompatan cepat, dia berhasil menghindari serangan dan mendekatkan pedangnya ke arah pria tersebut.

Saat pedang Gabriel hampir mencapai target, pria berjubah hitam tiba-tiba menghilang dalam pusaran bayangan. "Terlalu lambat," suara pria itu terdengar lagi dari arah lain, kali ini di belakang Gabriel. "Waktu adalah musuh terbesarmu."

Namun, Gabriel tidak menyerah. Dia melanjutkan serangan, memaksa pria itu untuk terus menghilang dan muncul kembali di berbagai tempat. Setiap serangan Gabriel membuat pria itu semakin terdesak, sementara di belakangnya, Eldrin dan Ibu Marla semakin mendekati penyelesaian ritual.

Lyra, meskipun kelelahan, tetap mempertahankan perisai perlindungan mereka. Dia bisa merasakan kekuatan yang mengelilingi mereka semakin kuat, tapi dia tahu mereka sudah sangat dekat dengan akhir.

Tiba-tiba, saat Gabriel berhasil memotong salah satu serangan pria berjubah hitam, cahaya terang muncul dari lingkaran yang telah digambar Eldrin dan Ibu Marla. Sebuah energi kuat terpancar dari simbol-simbol kuno yang bersinar terang, memecah kabut di sekeliling mereka.

Pria berjubah hitam itu terhenti, matanya membelalak kaget. “Tidak…! Ini tidak mungkin!”

Kabut yang selama ini melindungi pria itu mulai menghilang, terpecah oleh kekuatan dari ritual yang dilakukan Eldrin. Dunia di sekitar mereka kembali normal, dan ruangan menara hitam yang gelap kembali tampak. Pria itu terhuyung-huyung ke belakang, kekuatannya melemah.

“Kau mungkin bisa bermain dengan ilusi waktu,” kata Gabriel, napasnya berat setelah pertempuran panjang. “Tapi kami tidak akan jatuh ke dalam permainanmu lagi.”

Dengan satu tebasan terakhir, Gabriel mengayunkan pedangnya, mematahkan bayangan yang tersisa di sekitar pria itu. Pria berjubah hitam jatuh tersungkur, bayangannya memudar perlahan. “Waktu… tidak akan pernah menjadi milik kalian…” katanya dengan suara yang semakin lemah, sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya.

Saat pria itu lenyap, jam pasir besar di tengah ruangan berhenti berputar, dan pasir di dalamnya jatuh dengan lembut ke dasar. Waktu, untuk pertama kalinya, terasa seimbang kembali.

Gabriel menurunkan pedangnya, memandang ke arah Lyra, Eldrin, dan Ibu Marla. Mereka telah berhasil. Namun, meskipun Penjaga Bayangan telah dikalahkan, mereka tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai.

“Ini baru permulaan,” kata Ibu Marla dengan suara rendah, matanya menatap jam pasir yang kini diam. “Masih ada lebih banyak rahasia yang tersimpan di sini, dan kita harus siap menghadapi apa pun yang akan datang selanjutnya.”