Kisah-kisah Kota Tersembunyi 27

Lorong gelap di hadapan mereka tampak seakan tak berujung, mulutnya seperti menganga dan menelan segala suara. Gabriel berdiri di tepiannya, merasa angin dingin yang keluar dari bawah, membawa aroma lembab dan tua, seperti udara yang terperangkap selama ribuan tahun. Setiap helaan napas terasa semakin berat saat dia menatap ke dalam kegelapan, mencoba melihat apa yang tersembunyi di bawah sana.

“Aku tak suka ini,” gumam Lyra dengan pelan, suaranya hampir tenggelam dalam kesunyian. “Ada sesuatu yang sangat salah di tempat ini.”

Ibu Marla menatapnya dengan tenang. “Apa yang kita temukan di sini mungkin lebih besar dari Penjaga Bayangan. Kota ini, kekuatan yang terkubur di bawahnya, adalah bagian dari sesuatu yang lebih tua daripada yang kita bayangkan. Kita harus melanjutkan."

Eldrin, yang sejak tadi terdiam, perlahan mengeluarkan lentera dari dalam tasnya. Lentera itu menyala dengan cahaya magis, memancarkan sinar lembut yang cukup untuk menyinari lorong yang suram. “Aku setuju,” katanya lirih. “Apa pun yang ada di bawah sana, kita harus mengetahuinya. Jika tidak, dunia di atas kita mungkin akan terancam.”

Gabriel menarik napas dalam-dalam dan memberikan anggukan tegas kepada yang lainnya. Mereka mulai menuruni tangga sempit yang melingkar ke dalam kegelapan, langkah-langkah kaki mereka bergema pelan di sepanjang dinding batu. Suara setiap langkah seperti membawa mereka lebih dalam ke dalam misteri, ke sesuatu yang telah lama terkunci dari dunia luar.

Setiap sudut lorong terasa semakin dingin, dan di sepanjang dinding, Gabriel melihat ukiran-ukiran samar—simbol-simbol yang terasa asing namun mengingatkan pada sesuatu yang telah hilang dalam sejarah. Tangannya perlahan menyentuh salah satu simbol, merasakan goresan yang mendalam di permukaan batu.

“Ini bukan hanya ukiran biasa,” kata Gabriel dengan suara rendah. “Ini mungkin cerita yang terlupakan, sejarah dari mereka yang pernah tinggal di sini."

Lyra mendekat, menatap ukiran itu lebih jelas dengan lentera Eldrin yang menyinari dinding. “Aku merasa seperti… mereka sedang mencoba menyampaikan sesuatu kepada kita. Ini peringatan.” Tangannya menyentuh ukiran berbentuk bulat yang diapit oleh bentuk aneh, seperti makhluk yang tak dikenal.

Setiap langkah terasa semakin lambat, seolah-olah waktu di dalam lorong ini berjalan dengan cara yang berbeda. Ruang di sekeliling mereka menjadi semakin sempit, dan napas mereka keluar dalam embusan uap tipis, pertanda betapa dinginnya udara di sekitar mereka.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, mereka akhirnya sampai di dasar lorong. Di hadapan mereka, sebuah pintu batu raksasa berdiri, penuh dengan simbol-simbol kuno yang bercahaya samar di bawah lentera Eldrin. Pintu itu terlihat begitu tua, retakan-retakannya dipenuhi debu dan lumut, namun ada energi yang terasa hidup di baliknya—seolah-olah sesuatu sedang menunggu.