Aku tahu, mendukung pembangunan IKN adalah pendapat yang tak populer. Di warung kopi, di kantor, di rumah, di mana saja, orang-orang lebih suka mengutuk proyek ini ketimbang berharap. Katanya buang-buang uang, katanya proyek mangkrak, katanya ibukota tak seharusnya pindah. Di media sosial, orang berlomba-lomba membagikan berita buruk tentang proyek ini, seolah-olah ini adalah kesalahan terbesar yang pernah dibuat oleh negeri ini.
Ah, biarlah. Aku tidak membalas kata-kata mereka, pendapat manusia terlalu sempit untuk dinilai dari sudut benar atau salah. Aku hanya percaya bahwa Kalimantan, dan pulau-pulau selain Jawa, juga harus dibangun dan diperhatikan oleh negara seperti halnya Pulau Jawa. Aku tidak ingin berdebat soal anggaran, soal politik, soal kepentingan, karena di balik segala itu, ada harapan yang lebih besar—harapan bahwa negeri ini akhirnya bisa berdiri di atas pondasi yang lebih adil.
Aku lahir di Jawa, tapi delapan tahun hidup di Kalimantan membuatku mengerti betul betapa timpangnya pembangunan di negeri ini. Aku pernah merasakan sendiri bagaimana perbedaan itu begitu nyata. Di kota-kota besar di Jawa, jalan-jalan lebar dan mulus, lampu-lampu kota bersinar terang, sinyal internet stabil, dan semua fasilitas tersedia. Tapi di Kalimantan? Aku pernah melihat desa-desa yang seakan terlupakan oleh negara. Jalan tanah yang becek di musim hujan dan berdebu di musim kemarau. Sekolah-sekolah yang reyot dan minim fasilitas. Anak-anak yang harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk bisa belajar.
Bukan berarti Kalimantan tak punya potensi. Tanahnya luas, hutannya kaya, sumber daya alamnya melimpah. Tapi entah kenapa, pembangunan di sana berjalan begitu lambat, seakan-akan negeri ini hanya peduli pada satu pulau saja, sementara pulau-pulau lain dibiarkan berjalan terseok-seok, menunggu belas kasihan dari pusat.
Maka ketika IKN dibangun, aku melihat harapan. Sebuah mimpi yang terlalu besar, barangkali, tapi tetap sebuah mimpi yang patut diperjuangkan. Bayangkan jika akhirnya berhasil—Indonesia tak lagi hanya tentang Jakarta, tak lagi hanya tentang Jawa. Kita tidak lagi bicara soal “Jawa dan luar Jawa,” kita bicara soal Indonesia yang sesungguhnya, yang merata, yang adil.
Aku ingin percaya bahwa ini bukan sekadar proyek mercusuar, bukan sekadar ambisi segelintir orang, melainkan jalan baru yang bisa membuat kita berdiri sejajar, entah kau tinggal di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, atau di pulau mana pun. Aku ingin percaya bahwa ini adalah langkah pertama menuju Indonesia yang lebih seimbang.
Tapi jika akhirnya ini gagal? Ah, betapa sedihnya. Bukan hanya karena uang yang terbuang, tapi karena harapan yang kembali padam. Karena kesempatan yang hilang. Karena Indonesia yang tetap berjalan dengan timpang, seperti selama ini. Jika proyek ini terbengkalai, maka negeri ini akan kembali pada pola lama: pembangunan yang terpusat di satu tempat, sementara daerah lain hanya menjadi penonton.
Aku memilih untuk percaya. Tidak ada mimpi yang terlalu besar jika kita mau berusaha. Tidak ada perubahan yang datang tanpa tantangan. Aku lebih memilih untuk optimis daripada terus-menerus meratap. Jika kita ingin Indonesia yang lebih baik, kita harus berani melangkah ke arah yang baru, meski jalannya terjal dan penuh hambatan.
Dan aku berharap, suatu hari nanti, ketika anak-anakku tumbuh besar, mereka bisa melihat Indonesia yang berbeda. Indonesia yang tak lagi berat sebelah. Indonesia yang berdiri kokoh, bukan hanya di satu titik, tapi di seluruh penjuru negeri.
Aku menulis sambil menemani Iliana makan. Ia duduk di kursi bayi berwarna biru langit, tangannya sibuk menyentuh es krim yang mulai mencair, matanya penuh rasa ingin tahu. Sendok kecil di gelas kaca itu nyaris tak tersentuh, karena bagi Iliana, es krim lebih menarik jika dipegang langsung.
Di hadapannya, ada secangkir teh yang menguarkan aroma ringan. Aku menatapnya, lalu kembali mengetik. Barangkali di dunia anak-anak, tak ada yang lebih penting daripada es krim yang dingin dan lembut, seperti di dunia orang dewasa tak ada yang lebih mendebarkan daripada harapan.
Aku tahu, mendukung pembangunan IKN adalah pendapat yang tak populer. Tapi bukankah segala hal yang baru selalu datang bersama keraguan? Aku hanya percaya, seperti Iliana yang percaya bahwa es krim ini akan selalu ada untuknya, bahwa Kalimantan dan pulau-pulau lain juga harus dibangun dan diperhatikan, seperti halnya Pulau Jawa. Karena pada akhirnya, yang kita butuhkan bukan hanya kemajuan di satu tempat, tapi keadilan yang bisa dirasakan oleh semua.