Selalu Saja Mempersulit

Tepat di balik pintu ini, di sebuah kedai mungil bernama Flow Donuts, tempat di mana aroma manis adonan hangat bertemu dengan udara kota yang lembap, ada sebuah jalan. Jalan itu, dalam ingatanku, dulu kasar, berlubang-lubang seperti jalan menuju takdir yang belum sempurna. Lalu suatu hari, entah oleh kebaikan siapa, entah oleh kebijakan siapa, jalan itu diperbaiki. Mulus, nyaris sempurna. Sebuah kelegaan bagi siapa pun yang melintas, baik yang berjalan kaki, bersepeda, mengendarai motor, atau mengemudikan mobil.

Tapi kebahagiaan di negara ini sering kali bersifat sementara, seperti hujan di musim kemarau. Ada saja tangan-tangan tak terlihat yang merasa perlu mengubah kenyamanan menjadi kesulitan, entah dengan alasan apa. Dan di sinilah muncul mereka—polisi tidur.

Bukan satu, bukan dua. Tidak ada aturan yang membatasi jumlahnya. Mereka berdiri di sana seperti prajurit-prajurit tak terlihat yang tak memberikan perlindungan, hanya memberikan guncangan. Bentuknya aneh, tidak standar, terlalu tinggi, malah seperti benjolan kecil yang tak kasatmata tetapi cukup untuk membuat setiap roda terpeleset, cukup untuk membuat tubuh kita terhentak ke depan dengan kasar, cukup untuk membuat suspensi kendaraan perlahan-lahan menyerah pada kenyataan.

Aku tak suka hal ini. Aku benar-benar tak suka.

Bukan karena aku membenci orang berkendara lambat, bukan karena aku mendukung kebut-kebutan di jalan. Aku tahu, orang-orang selalu punya alasan. Katanya, polisi tidur itu dibuat agar kendaraan tak melaju terlalu cepat. Agar lebih aman. Agar tak ada kecelakaan. Tapi apakah ini cara yang benar? Apakah ini solusi terbaik?

Jalan yang telah mulus itu seharusnya menjadi jawaban atas doa mereka yang lelah dengan guncangan. Tapi kini, guncangan itu justru hadir dengan cara lain, dengan intensitas yang lebih menyiksa. Tidak ada kenyamanan dalam melintas, hanya ada ketegangan: seberapa keras tubuhku akan terguncang kali ini? Seberapa dalam perutku akan berontak?

Setiap kali melewati jalan itu, aku bertanya-tanya, siapa yang mengambil keputusan ini? Apakah mereka tahu bagaimana rasanya melewati polisi tidur yang jumlahnya berlebihan, yang bentuknya tidak standar, yang bukan lagi sekadar alat pengatur kecepatan tetapi berubah menjadi rintangan?

Di dunia yang sudah cukup sulit ini, mengapa ada orang yang masih merasa perlu membuat hidup orang lain semakin sulit?

Aku ingin menikmati jalan yang mulus. Aku ingin merasakan perjalanan yang nyaman. Aku ingin melintas tanpa harus merasakan hentakan yang terasa seperti hukuman. Tapi di negara ini, keinginan sederhana seperti itu tampaknya terlalu muluk.

Ditulis dengan tidak saksama namun tentu saja selalu dalam tempo yang sesingkat - singkatnya.